Guru Takut dengan Murid

Benarkah Guru Takut dengan Murid Anak Orang Kaya?

Guru Takut dengan Murid

Sedang ramai perundungan di sekolah internasional. Biaya sekolah yang mahal dan mengadopsi kurikulum internasional tak menjamin sekolah internasional bebas dari aksi kekerasan. Apa saja tantangan guru di sekolah internasional?

Putri pengusaha yang juga podcaster, dalam akun X-nya menceritakan pengalamannya survei di sekolah internasional, di mana banyak muridnya adalah anak-anak pejabat, pengusaha dan pesohor. Mendapati siswa-siswa di sekolah internasional bebas berbicara kasar di muka umum. Grace sempat menanyakan dan mengkonfirmasi kepada salah satu lulusan sekolah internasional itu.

Grace menceritakan sempat bertanya pada anak muda salah satu lulusan sekolah internasional itu. Pertanyaannya, apakah benar guru-guru di sekolah internasional itu takut pada murid karena statusnya sebagai anak pejabat dan orang kaya? Anak muda itu membenarkan pertanyaan Grace.

Adanya fenomena guru-guru di sekolah internasional takut dengan murid karena orang tuanya punya uang dan kekuasaan ini, Ketua Yayasan Guru Belajar (YGB) Bukik Setiawan mengatakan pendidikan Indonesia masih punya PR besar untuk mengembangkan lingkungan belajar yang nyaman dan aman dari kekerasan.

Baca juga: Guru Alami Banyak Tantangan

“Hasil Asesmen Nasional menunjukkan bahwa guru yang tergolong baik dalam melakukan pengelolaan kelas atau lingkungan belajar hanya 1%. Pada sisi lain, Asesmen juga menunjukkan 36% murid berpotensi mengalami perundungan. Artinya, secara umum sekolah-sekolah kita memang berisiko besar terjadinya kekerasan,” kata Bukik pada detikEdu, Jumat (24/2/2024)

Benarkah Guru Takut dengan Murid Anak Orang Kaya? Tantangan dan Realitas

Bukik mengatakan, kondisi tersebut menjadi lebih kompleks pada sekolah dengan orangtua yang punya kuasa lebih seperti pejabat publik, tokoh publik, atau status ekonomi tinggi. Dalam hal ini, pengambilan keputusan dan tindakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, peraturan sekolah, hingga kode etik guru dan etika umum menjadi tantangan bagi guru.

“Orang tua yang punya kuasa mempunyai kuasa lebih besar, baik kuasa karena kapasitas personal maupun kuasa karena jejaringnya. Tantangan bagi guru untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan dasar yang kuat baik itu regulasi negara, peraturan sekolah, kode etik guru maupun etika umum. Karena tanpa dasar yang kuat, keputusan atau tindakan guru akan mudah dipertanyakan bahkan digugat oleh mereka,” jelasnya.

Menjaga posisi tawar guru di hadapan orang tua dengan kuasa lebih menurut Bukik juga merupakan tantangan bagi pendidik. Ia mengingatkan, guru perlu menjaga kredibilitasnya di mata orang tua maupun siswa.

“Orangtua yang punya kuasa mempunyai pesona yang jauh lebih besar baik dari apa yang digunakan, perilaku dan kebiasaannya hingga pribadinya. Tantangan bagi guru untuk tidak terpengaruh oleh pesona tersebut. Karena begitu terpesona, maka posisi tawar guru akan menjadi lebih rendah. Guru akan kehilangan kredibilitas di mata orangtua maupun anaknya,” jelasnya.

Ia menambahkan, keterbatasan waktu orang tua tersebut untuk mendampingi pembelajaran anak dan berinteraksi dengan guru juga jadi tantangan tersendiri. Untuk itu, guru perlu menyiasati komunikasi lebih efektif dengan orang tua tersebut.

Interaksi dengan orang tua dengan kuasa lebih menurutnya juga jadi tantangan bagi guru. Guru perlu memastikan dirinya memberi respons yang tepat atas aspirasi orang tua siswa dan menyusun argumentasi yang di sertai bukti.

“Orangtua yang punya kuasa sering berinteraksi sehingga lebih pintar berbicara. Tantangan bagi guru adalah memberikan respon yang tepat terhadap aspirasi, tuntutan atau tanggapan dari orangtua yang punya kuasa. Guru perlu berpikir lebih keras menyusun argumentasi di sertai bukti,” terangnya.